Doktor baru UMM Malang Nurudin.
MALANG – Korean Pop (K-Pop) tidak lagi sekadar genre musik populer dari Korea, tetapi telah menjadi budaya baru yang menyebar ke seluruh dunia. K-Pop telah menjadi pemicu munculnya budaya baru dalam dunia hiburan. Budaya itu berkembang menjadi identitas sosial baru yang mampu mengubah cara berfikir, menilai, dan bertindak individu dalam kehidupan sehari-hari.
Hal demikian dikemukakan Nurudin dalam ujian terbuka promosi doktor di Gedung Kuliah Bersama (GKB) 4 Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Malang, Rabu (23/7/2025).
Nurudin mengambil judul “Pembentukan Identitas Sosial Generasi Muda Pada Komunitas K-Popers (Studi Netnografi Pada Nctzenmalang.idn).”
Saat mempertahankan disertasinya, Nurudin mengemukakan, K-Pop telah membentuk identitas sosial baru K-Popers (penggemar) yang diidentifikasi dari budaya Korea. Identitas sosial generasi muda terbentuk melalui proses identifikasi sosial mereka terhadap komunitas yang diikuti. Semakin kuat rasa keterikatan dan kesamaan terhadap kelompok, maka semakin kuat pula identitas sosial yang mereka bangun.
“Serba Korea yang dipengaruhi oleh K-Pop pada akhirnya akan membuat K-Popers serba meniru ide, atribut dan perilaku yang merepresentasikan budaya Korea. Budaya pada generasi muda K-Popers berubah dan mengikuti budaya Korea. Di sinilah akan muncul imperialisme budaya baru. Generasi muda secara halus akan terjajah oleh budaya Korea. Budaya Korea yang menjajah tersebut akhirnya membentuk sebuah identitas sosial baru,” jelas Nurudin yang juga dosen Ilmu Komunikasi UMM Malang itu.
Menurut Nurudin dalam penelitiannya, K-Popers tidak lagi hanya sekumpulan generasi muda yang mencari dan melampiaskan hiburan musik negeri ginseng. Komunitas K-Popers telah tumbuh menjadi kekuatan strategis yang ikut membawa perubahan di sekitarnya. K-Popers juga pernah terlibat dalam proses penggalangan dana kemanusiaan.
Ia kemudian memberikan contoh keterlibatan penggemar pada kegiatan kemausiaan. “Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 131 korban pada bulan Oktober 2022 dibantu komunitas K-Pop bernama Neo Culture Technology (NCT). Mereka bisa mengumpulkan dana Rp 340 juta dalam waktu 24 jam melalui Kitabisa.com. Ini kan luar biasa?” katanya lebih lanjut.
Budaya populer memang punya dampak negatif dan positif. Terkait dampak itu, Oman Sukmana selaku Promotor dan dosen menyarankan, sebaiknya institusi pendidikan, media, dan pemerintah melihat fenomena K-Popers bukan hanya sebagai budaya populer semata, tetapi juga sebagai wadah ekspresi identitas dan ruang interaksi sosial generasi muda yang potensial.
“Dampak negatif memang akan ada, termasuk imperialisme budaya Korea. Namun bagaimana sebaiknya hasil penelitian ini bisa dijadikan dasar kebijakan agar dampak yang tidak diinginkan tak terjadi. Karena fenomena K-Pop ini sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Kita hanya bisa mengantisipasinya, “kata guru besar UMM itu.
Penelitian disertasi yang digali datanya dari studi netnografi dan dilengkapi wawancara pada penggemar NCT itu telah memunculkan identitas sosial baru komunitas generasi muda. Tentu saja, identitas tersebut diharapkan bisa menjadi sebuah kekuatan strategis bagi perubahan ke arah kemajuan yang lebih baik.(Arumi)
SEMARANG - Telkomsel terus menunjukkan komitmennya untuk hadir lebih dekat dengan pelanggan setia. Salah satunya,…
YOGYAKARTA - Di balik sosok tenang dan tutur lembutnya, tersimpan perjalanan panjang seorang akademisi yang…
JAKARTA - Bank Mandiri berhasil mempertahankan tren pertumbuhan bisnis pada kuartal III 2025. Di tengah…
MEDAN - Bank Mandiri resmi membuka Livin’ Fest 2025 di REGALE International Convention Centre, Medan,…
JAKARTA - Sebagai bentuk peran aktif meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia untuk masa depan,…
YOGYAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sudah bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada (UGM) sejak…