Pemkot Jogja, Rumuskan Transportasi Ramah Perempuan dan Anak
Pentingnya kebijakan safeguarding untuk perlindungan anak dan perempuan, khususnya pengguna layanan ojek online, demikian disampaikan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Yogyakarta, Sylvi Dewajani, dalam Workshop Kebijakan Safeguarding Perlindungan Anak dan Perempuan Pengguna Ojek Online yang digelar di kantor DPD (Dewan Perwakilan Daerah) RI DIY, Jalan Kusumanegara, Yogyakarta Selasa (30/9/2025).
“Layanan ojek online saat ini sudah menjadi kebutuhan masyarakat. Bahkan, banyak membantu anak-anak dan perempuan dalam aktivitas sehari-hari. Namun, kita juga harus mengantisipasi potensi kerawanan, sehingga perlindungan bisa lebih maksimal,” kata Sylvi.
Untuk itu, menurut Silvy, forum ini sebagai wadah diskusi merumuskan strategi bersama agar layanan transportasi berbasis aplikasi dapat dimanfaatkan secara lebih aman dan optimal.
“Pencegahan jauh lebih penting dibandingkan hanya sekadar menangani kasus yang sudah muncul. Karena itu, KPAID mendorong lahirnya kebijakan yang berpihak kepada kelompok rentan, terutama anak-anak dan perempuan, agar layanan transportasi digital tidak menimbulkan risiko baru. Harapan kami, hasil workshop ini bisa melahirkan strategi bersama yang dapat diterapkan tidak hanya di Kota Yogyakarta, tetapi juga diperluas ke lebih banyak daerah”, tambah Silvy.
Sementara itu, Kepala Bidang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak, DP3AP2KB (Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana) Kota Yogyakarta, Edy Wijayanti, menegaskan bahwa workshop ini bertujuan mendorong upaya perlindungan bagi perempuan dan anak tanpa menempatkan driver ojek online sebagai pihak yang tersudutkan. Menurutnya, yang diperlukan adalah keseimbangan regulasi yang mengatur hak dan kewajiban antara pengguna dan penyedia jasa.
“Ada aturan bahwa anak di bawah 10 tahun tidak boleh dilepas sendirian untuk dijemput driver, itu benar, tapi di lapangan ada yang dilepas sendiri. Artinya harus ada tanggung jawab orang tua juga. Jangan sampai kelalaian orang tua justru memberi kesempatan pihak lain untuk berbuat yang tidak-tidak. Jadi peraturan harus jelas hak dan kewajiban konsumen apa, hak dan kewajiban driver apa”, jelas Edy.
Ia menyampaikan, saat ini Komisi B DPRD DIY sedang menggagas Raperda tentang perlindungan konsumen dan gagasan dari workshop ini akan diusulkan agar perda tidak hanya melindungi konsumen, tetapi juga penyedia jasa.
Pada kesempatan yang sama, salah satu driver ojek online, Ari Ariyanto, menyampaikan harapannya, akan ada usulan terkait regulasi atau payung hukum bagi driver. Saat ini belum ada aturan yang melindungi mereka terkait kekerasan seksual yang dialami.
“Di lapangan, kami (penyedia jasa) banyak juga yang mengalami hal tidak mengenakan. Sedang konsumen sudah jelas aturannya, bahkan memberikan bintang satu untuk masalah sepele saja kami bisa putus kontrak. Tapi kami tidak punya ruang kalau kami yang mengalami hal itu”, ungkapnya.
Workshop menghadirkan 4 narasumber untuk berbagi pengalaman, diantaranya dari Dinas Perhubungan DIY, DP3AP2 DIY, PT. KAI Kereta Api Indonesia) dan SOS Children’s Village Yogyakarta. (Norwien)