Patient Safety: Harga Mati! Lahir untuk Mengapresiasi Kinerja RS Indonesia

Advertisements

 

Judul Buku : Patient Safety: Harga Mati!

Kajian, Sejarah, dan Panduan bagi Manajemen Rumah Sakit dan

Tenaga Kesehatan

Penulis : dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, MM, MH.Kes., FISQua
Kontributor : dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes , Dr. dr.Sutoto, MKes, FISQua, dr. Bambang Tutuko, Sp.An, KIC, dr. May Hizrani, MARS, Dr. Rokiah Kusumapradja, SKM, MHA, dr. Yanuar Jak, Sp.OG, MARS, PhD, Dr. Rita Sekarsari, S.Kp, Sp.KV, MHSM, dr. Amelia Martira, Sp.An, SH, MH, dr. A. Samhari Baswedan, MPA, dr. Luwiharsih, MSc, FISQua, Salim Shahab, M.Sc, Ir. Den Setiawan.
Editor : Salim Shahab, M.Sc, dan Ir. Den Setiawan
Penerbit : Kerja Sama Rayyana Komunikasindo Jakarta, PERSI, dan IKPRS
Cetakan : Pertama, Agustus 2021
Tebal : 330 halaman
ISBN : 978-602-5834-75-2

 

Ketika bencana tiba, termasuk pandemi seperti Covid-19 menimpa dunia, semua dikagetkan dengan jumlah kematian yang cukup dahsyat. Namun, banyak yang tidak mengira, bahwa ada ancaman lain yang menghantui masyarakat, khsusnya mereka yang ingin sembuh dari sakitnya dengan mendatangi fasilitas kesehatan. Data dari WHO menyebutkan, sejumlah pasien ‘terancam’ keselamatannya.

Data yang dilansir WHO menyebutkan, pelayanan kesehatan yang tidak aman merupakan salah satu dari 10 penyebab utama kematian dan kecacatan di dunia. Di negara-negara berpenghasilan tinggi saja diperkirakan terdapat satu dari setiap 10 pasien yang mendapatkan bahaya saat menerima perawatan di rumah sakit. Secara global, sebanyak empat dari setiap 10 pasien mendapat insiden membahayakan dalam pelayanan kesehatan primer dan rawat jalan. Kabar baiknya, kasus-kasus itu sebenarnya bisa dihindari karena hingga 80% dari insiden-insiden membahayakan tersebut dapat dicegah. Fakta-fakta itu mendorong WHO untuk mengingatkan semua pihak akan pentingnya “budaya” keselamatan pasien (patient safety).

Indonesia, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dan sejumlah stakeholders bidang kesehatan sangat concern terhadap hal ini. Setelah WHO pada tahun 2004 mencanangkan Keselamatan Pasien, setahun kemudian, atau 16 tahun silam, tepatnya 21 Agustus 2005, Menteri Kesehatan saat itu, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K), bersama Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) melakukan Pencanangan Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Menurut dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, MM, MH.Kes., FISQua, ketua pertama organisasi nasional di bidang keselamatan pasien di Indonesia PERSI, Gerakan Keselamatan Pasien (Patient Safety) adalah upayaKementerian Kesehatan dan PERSI untuk mendorong pengelola rumah sakit meningkatkan mutu layanannya dengan berpatokan pada prinsip-prinsip keselamatan pasien. Pada tahun 2005, PERSI berganti nama menjadi Institut Keselamatan Pasien Rumah Sakit (IKPRS) pada tahun 2012.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien disebutkan bahwa Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Lahirnya peraturan ini, juga peraturan-peraturan serupa sebelumnya, terjadi karena masih tingginya insiden keselamatan pasien yang sebenarnya bisa dicegah. Ini tidak hanya di Indonesia, di seluruh dunia pun mengalami hal serupa.

Menurut Nico, sejak 2019 World Health Organization (WHO) mengkampanyekan keselamatan pasien melalui World Patient Safety Day. Dalam kampanyenya disebutkan, tidak seorang pun boleh mendapatkan bahaya ketika sedang menjalani perawatan di fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan. Namun kenyataannya, ada 134 juta orang pasien rumah sakit per tahun yang mendapatkan bahaya akibat perawatan yang tidak aman di rumah sakit-rumah sakit negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Petaka itu berkontribusi pada kematian 2,6 juta orang setiap tahun di kelompok negara-negara tersebut.

Memperingati 16 tahun hari Keselamatan Pasien, PERSI berinisiatif melahirkan buku yang menjadi momentum sejarah perjalanannya. Bersama IKPRS dan Penerbit Rayyana pada 21 Agustus 2021 menerbitkan buku berjudul Patient Safety: Harga Mati! Kajian, Sejarah, dan Panduan bagi Manajemen Rumah Sakit dan Tenaga Kesehatan. Buku setebal 330 halaman ini mengungkap sejumlah fenomena, fakta dan panduan yang diharapkan bisa menjadi acuan dan bahan pembelajaran bagi dunia rumah sakit dan kampus.

Dalam sambutannya, Ketua PERSI dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes menyatakan buku ini membahas perkembangan patient safety dengan pembahasan yang kronologis, sehingga pembaca bisa memahami mengapa pada tahap tertentu muncul suatu postulat,  tetapi segera diperbaiki atau diperkaya setelah ada pengkajian lebih lanjut. Menurut Kuntjoro, hadirnya buku ini penting untuk meningkatkan pemahaman, terutama karena masalah patient safety bukan pola atau sistem yang harus dipahami kalangan profesional di bidang kesehatan semata seperti dokter atau perawat, tetapi juga harus dipahami masyarakat awam yang pada kondisi yang sedang tidak beruntung harus menyandang status sebagai pasien.

Dalam salah satu kupasan dalam buku ini dijelaskan, menjadi sebuah ironi jika seseorang yang menderita sakit lalu mengunjungi rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan, tetapi pasca-penanganannya justru mendapat “bonus” penyakit baru atau sakitnya makin parah. Pihak tenaga kesehatan yang melayani sangat mungkin tidak bermaksud menambah penderitaan karena secara moral terikat kode etik profesi dan standar prosedur operasional dari profesinya. Akan tetapi, karena sistem pelayanannya tidak aman, petaka terpaparnya oleh bahaya baru bisa terjadi.

Beberapa kesalahan yang kerap terjadi dan merugikan pasien misalnya medical error (kesalahan medis). Medical error adalah efek merugikan yang sebenarnya dapat dicegah dari pelayanan medis baik yang terbukti maupun tidak terbukti  membahayakan pasien. Medical error sering dianggap sebagai faktor human  error yang subjeknya sangat kompleks, mulai dari faktor ketidakmampuan, kurangnya pendidikan atau pengalaman, tulisan tangan yang tidak terbaca, hambatan bahasa, dokumentasi yang tidak akurat, kelalaian besar, dan faktor  kelelahan. Adapun jenisnya, mulai dari kesalahan pengobatan (medication error), kesalahan diagnosis, penanganan yang tidak memadai atau justru berlebihan, dan kecelakaan bedah. Kesalahan medis juga sering dikaitkan dengan usia pasien yang ekstrem, prosedur baru, urgensi, dan tingkat keparahan kondisi medis  orang yang sedang dirawat.

Membicarakan Patient Safety di Indonesia tentu banyak tantangannya. Fakta-fakta itu, sebagaimana dijelaskan dalam buku itu, mendorong WHO mengingatkan semua pihak akan pentingnya “budaya” keselamatan pasien (patient safety). Untuk itu WHO kemudian menetapkan tanggal 17 September sebagai Hari Keselamatan Pasien Sedunia (World Patient Safety Day) yang untuk pertama kalinya diperingati pada tahun 2019.

Perkembangan patient safety di Indonesia, seperti digambarkan di buku ini, relatif bersamaan dengan pengembangan yang dilakukan WHO (WHO 2004, Indonesia 2005). Oleh karena itu peran Indonesia dalam pengembangan patient safety di kancah regional WHO (WHO Regional Asia Tenggara) cukup tampak. Sumbangsih Indonesia tampak pula dengan lahirnya Deklarasi Jakarta 2007 yang mempertegas pentingnya peran “patient champions” (pasien yang mau berbagai pengalaman kepada dunia) dalam pengembangan patient safety.

Buku ini juga menyisipkan beragam data hasil penelitian untuk memperkuat pemahaman kenapa patient safety perlu ditegakkan, dikembangkan, dan diterapkan. Juga disertai sejumlah pedoman yang disarikan dari peraturan yang ada serta harapan ke depan penerapan patient safety baik di Indonesia maupun dunia.

Tak kalah pentingnya adalah kupasan tentang peran-peran sejumlah lembaga seperti PERSI yang menjadi inisiator patient safety di Indonesia, Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) sejak masih di bawah Departemen Kesehatan, dan tentu saja Kementerian Kesehatan yang telah membingkai patient safety (keselamatan pasien) dalam beragam peraturannya.

Memang sejauh ini penerapan patient safety di Indonesia masih menemui banyak kendala seperti tahap investigasi insiden yang kurang optimal, pelaporan insiden oleh rumah sakit yang kurang termotivasi, serta budaya keselamatan pasien yang perlu ditingkatkan. Buku ini sedikit banyaknya memiliki “obat suplemen” untuk mendongkrak pemahaman dan penerapan patient safety di Indonesia. Tujuannya tentu saja agar penerapan patient safety (keselamatan pasien) di Indonesia makin paripurna.

Buku yang dibandrol dengan harga Rp 120.000, 00 ini memang cocok dibaca kalangan pengelola rumah sakit, praktisi di bidang perumahsakitan, tenaga kesehatan, mahasiswa bidang kesehatan, dan masyarakat umum (pasien) agar hak-hak pasien bisa mereka peroleh sepenuhnya. Selamat membaca!

Agus Nur Cahyo,

Staf Humas Rumah Sakit Islam Yogyakarta (RSIY) Persaudaraan Djamaah Hadji Indonesia (PDHI).

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *