Ajari Anakmu Supaya Berbahasa yang Benar
Penulis | : | Dorothy P. Dougherty, MA, CCC-SLP |
Judul Buku | : | Ajari Aku Mengucapkannya dengan Benar (terjemahan) |
Judul Asli | : | Teach Me How To Say It Right |
Penerjemah | : | Rahmat Fajar |
Penerbit | : | Pustaka Pelajar Yogyakarta |
Cetakan | : | Cetakan Pertama, 2014 |
Tebal | : | XVI + 193 halaman |
ISBN | : | 978-602-229-370-5 |
Harga | : |
Saat kita memiliki bayi, dan perlahan tumbuh menjadi besar, apa yang ditunggui dari anak kita? Selain beraktivitas, berjalan, berlari, tentu saja kita ingin mendengar anak kita mengucapkan satu dua kata, kalimat, dan bisa berkomunikasi dengan orang tuanya. Sungguh indah kan, bila kita bisa melalui proses itu dengan lancar.
Setiap orang tua, ingin perkembangan dan pertumbuhan anak berjalan normal. Dengan memiliki buku ini, penulisnya berharap bisa memberikan informasi kepada pembaca sehubungan dengan masalah artikulasi, juga pengetahuan untuk menciptakan lingkungan pembelajaannya yang kaya, sehingga anak Anda dapat mengucapkan berbagai bunyi ujaran ketika perkembangannya memungkinkan.
Ada delapan bagian yang dibuat penulisnya. Bab pertama, penulis ingin memaparkan saat anak belajar berkomunikasi. Sebagian anak, mengucapkan kata-kata dengan jelas dan benar merupakan hal yang mudah. Bagi sebagian lain, belum tentu gampang dan memerlukan latihan. Orang tua wajib mengetahui, sehingga ikut merangsang anak untuk memahami kata-kata yang dimaksud. Orang tua wajib mengetahu berbagai gangguan dalam memproduksi bunyi-ujaran. Dengan begitu, bisa mengetahui gangguan dalam produksi bunyi-ujaran dan mencari akar solusinya.
Masih di bab satu, penulis menjelaskan mengenai berbagai gangguan dalam menghasilkan bunyi-ujaran. Mulai dari artikulasi, jenis-jenis kesalahan artikulasi, penghilangan bunyi, subtitusi, distorsi, cadel, kesalahan-kesalahan yang sering terjadi, dan berbagai gangguan fonologis. Semua ada contohnya. Lengkap.
Dalam bab ini pula, dijelaskan bahwa anak dalam proses belajarnya seringkali memakai proses fonologis. (Halaman 11). Proses fonologis (phonological process) adalah sebuah strategi yang digunakan anak-anak di usia antara satu dan satu setengah tahun hingga usia empat tahun dalam menyederhanakan produksi ujaran mereka dari bunyi-bunyi yang mereka dengan dari ujaran orang dewasa (Hodson dan Paden, 1981). Kesalahan ujaran yang diucapkan anak tidak disebabkan oleh ketidakmampuannya untuk mengucapkan bunyi, tetapi karena ia belum menguasai aturan yang mengatur penggunaan bunyi-bunyi tersebut di berbagai kata. Penulis juga memaparkan proses-proses fonologis yang umum dan proses-proses fonologis yang tidak umum. Termasuk perbedaannya. Ditunjukkan pula oleh penulis, berbagai gangguan kefasihan, jenis-jenis ketidakfasihan, dan cara mengetahui anak Anda gagap. Ketidakfasihan bisa dikategorikan normal pula, serta pada halaman 16 dan 17 ditunjukkan tanda-tanda dini kegagapan dan cara membantunya. Masih di bab ini, penulis memberikan beberapa latihan-latihan yang bisa dicobakan di rumah.
Pada bab dua, penulis menjelaskan bagaimana bunyi-bunyi ujaran berkembang. Ditegaskan oleh American Speech-Language-Hearing Association (ASHA 2000), saat anak berusaha tiga tahun, tuturan atau ujarannya harus sudah bisa dipahami oleh anggota keluarga dan pengasuhnya. Pada usia empat tahun, tuturannya sudah harus dapat dipahami oleh orang-orang yang tidak terlalu sering berhubungan dengan si anak. Dan pada usia lima tahun, tuturan anak harus dapat dipahami oleh sebagian besar pendengar di segala situasi.
Seorang anak-tentu juga dengan orang dewasa, secara fisik saat berbicara bisa diurai bahwa dirinya harus memiliki paru-paru untuk mengelola udara, pita suara (vocal chord), yang menggetarkan dan menghasilkan bunyi, lidah, bibir, dan langit-langit mulut untuk membentuk udara menjadi bunyi-bunyi yang bermakna, dan otak yang berfungsi menerima dan mengirimkan pesan. Lengkapnya, ujaran dimulai ketika udara ditarik dari paru-paru(respirasi/pernafasan). Faktor setelah respirasi adalah fonasi dan artikulasi.
Anak juga lebih baik di ajar untuk latihan berbagai ujaran sebelum kata-kata pertama. Yakni dengan pembagian, sejak lahir hingga usia dua bulan (menemukan gaya anak), dua hingga empat bulan (dengkingan), dua hingga tujuh bulan (permainan vokal), usia enam bulan berbentuk celoteh, usia sembilan hingga 12 bulan (jargoning). Saat usia delapan bulan(anak harus mampu memahami sekitar 25 persen perkataan yang ia ucapkan), usia dua tahun (memahami 50-75 persn perkataan yang ia ucapkan), dan saat anak berusia tiga tahun dan setelahnya, ia harus menguasai beragam bunyi.
Pada usia tiga-empat tahun, 75-100 persen dari apa yang ia ucapkan seharusnya dapat dipahami oleh keluarga dan pengasuhnya. Usia 4-5 tahun, harus mampu membuat bunyi-bunyi dengan benar. Seperti /m/, /h/, /w/, /p/, /b/, /n/, /t/, /d/, /k/,/g/, /f/. usia 5-6 tahun, sama dengan tahapan sebelumnya, dengan penonjolan pada beberapa kata. Usia 6 tahun ke atas, kemampuan bersuara anak harus lebih kompleks lagi.
Pada bab tiga, diterangkan apa saja yang menyebabkan masalah artikulasi fungsional, yaitu ketidakmampuan untuk menghasilkan semua bunyi standar dalam sebuah bahasa. Faktornya seperti keluarga, sejarah keluarga. Ada masalah lain, yang berkaitan dengan organ. Seperti langit-langit mulut yang terbelah (sumbing), hilangnya pendengaran, infeksi telinga tengah, hilangnya pendengaran sensoris, apraxia, dan lainnya. Penulis juga memberikan contoh kasus yang terjadi pada anak.
Bab empat, melihat perkembangan bahasa dengan memahami dan menggunakan kata-kata. Dua bahasa yang dipaparkan, bahasa reseptif dan represif. Penulis juga memaparkan kapan dan bagaimana ketrampilan-ketrampilan berbahasa berkembang. Di bab ini, penulis juga memberikan tips bagaimana menyiapkan anak agar berhasil di sekolah. Di antaranya dengan membantu anak belajar mengikuti arahan dan membantu anak belajar memilih. Ia mengingatkan sebagai orang tua agar membangun pengetahuan anak mengenai kata-kata, mengenalkan asosiasi kata, dan mengklasifikasi kata.
Pada bab lima, orang tua diingatkan agar anak ditingkatkan mengenai literasi dan artikulasi. Harapannya, anak bisa terbangun kosa katanya. Akan lebih baik, bila proses itu dimulai lebih dini, sejak bayi lahir hingga prasekolah. Orang tua juga lebih baik seandainya sering menceritakan dongeng kepada anaknya dan mendorong minat anak terhadap kata tertulis. Tips yang wajib diketahu, jangan berhenti membaca dengan keras, mencontohkan pengucapan yang baik, mendengarkan anak saat membaca, dekontruksi kata-kata yang sulit, dan pilihlah buku yang menekankan pada bunyi yang bermasalah.
Bab enam, aktivitas mendorong anak untuk bicara. Ingat, bagi anak mempelajari perbedaan antara produksi bunyi yang benar dan tidak benar bisa saja menyulitkan. Di dalam bab ini, beberapa aktivitas akan meningkatkan kemampuan anak menguasai bunyi-bunyi baru ketika ia telah siap. Orang tua diajak melatih telinga si anak, yaitu dengan menyuarakan beberapa contoh huruf. Seperti, f, z, v, s, r, g, sh, m, dan nyanyikan ..la..la..la. Anak juga dicontohkan berbagai aktivitas bunyi, serta melakukan instruksi. Pada usia tertentu, anak diajak untuk bermain sandiwara (permainan kata-kata). Pada bab ini pula, pembaca diberi beberapa contoh latihan yang bisa dipraktikkan.
Bab tujuh, mengembangkan kesadaran fonologis. Kesadaran fonologis dibutuhkan anak agar meningkatkan ketrampilan yang penting. Kesadaran fonologis mencakup kesadaran terhadap bunyi, rima, campuran bunyi, segmentasi bunyi, dan manipulasi bunyi. Beberapa latihan disiapkan agar orang tua bisa membantu anak. Dan bab terakhir, bab tujuh, penulis memaparkan bagaimana orang tua mencari bantuan professional, dalam membantu anak berkembang secara wajar. Disarankan oleh penulis untuk menemukan ahli patologi wicara/bahasa, tempatnya di klinik wicara, kampus atau universitas, rumah sakit atua klinik medis, sekolah umum, dan kantor-kantor swasta (praktik pribadi). Setelah bisa berkonsultasi, perlu dilakukan langkah evaluasi serta area apa saja yang bisa dievaluasi. Dengan begitu, terapi yang dilakukan bisa membuahkan hasil maksimal.
Secara umum, buku psikologi anak ini cukup memberikan gambaran pentingnya mengetahui perkembangan anak, dari lahir hingga bisa berbicara. Ya, buku ini khusus memantau kondisi anak yang telat bicara atau bisa berbicara sesuai usai perkembangannya. Buku ini seharusnya dimiliki orang tua yang barus saja memiliki bayi, sehingga menjadi semacam buku pegangan dalam mendidik dan membesarkan anak . Tentu saja, buku ini ada kekurangannya, yaitu buku terjemahan, sehingga contoh yang diberikan masih berbentuk asli, sudah dibahasakan dalam bahasa Indonesia, namun rasa bahasa Inggris. Sangat tepat lagi sekiranya, contoh nya pun sudah diselaraskan dalam rumusan bahasa Indonesia. Namun, bisa jadi, beberapa contoh tidak akan ditemukan bila sudah di-Indonesia-kan keseluruhan. Buku yang diterjemahkan sangat apik oleh Rahmat Fajar ini patut dilengkapi dengan audio-visual, sehingga contoh yang diberikan cukup nyata. Semoga.(***)
Heru Setiyaka, bekerja di perusahaan konsultan di Jakarta, lulusan Magister Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.