Memotret Limitasi Hakim di Pengadilan Niaga
Resensi Buku
Judul Buku | : | Limitasi Hakim |
Penulis | : | Dr H Sobandi SH MH |
Kata Sambutan | : | Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Prof Dr HM Syarifuddin SH MH |
Penerbit | : | PT Rayyana Komunikasindo Jakarta |
Cetakan | : | Pertama, Juli 2021 |
Tebal | : | viii + 176 halaman |
ISBN | : | 978-602-5834-72-2 |
Harga | : | Rp 100.000,- |
Dalam kata sambutannya, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Prof Dr HM Syarifuddin SH MH mengatakan penegakan hukum harus menjamin terciptanya kepastian hukum dengan mengedepankan supremasi hukum yang pada gilirannya membangun kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat. Pentingnya kepastian hukum dan penegakan hukum dengan proses peradilan yang cepat, mudah, murah, dan terbuka semakin nyata urgensinya apabila dikaitkan dengan upaya bangsa ini membangun ekonomi secara efisien dan berkeadilan dalam angka mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
Kepastian hukum diperlukan dalam bentuk kebijakan ekonomi yang konsisten dan dirumuskan secara transparan. Tidak kalah pentingnya adalah terselenggaranya prinsip keadilan dan kebenaran dalam proses pelaksanaan putusan. Nah, lahirnya Pengadilan Niaga adalah untuk menjamin adanya proses peradilan yang efektif dan efisien dalam sengketa-sengketa niaga, sehingga sinergi pembangunan hukum dan pembangunan ekonomi dapat terwujud dengan baik.
Buku ini hadir sebagai reinkarnasi dari disertasi penulis, yakni Dr H Soebandi SH MH. Yang Mulia Soebandi menyelesaikan doktornya di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang pada tahun 2018. Kemudian, melalui proses penyuntingan kembali, buku ini hadir di masyarakat dengan tulisan yang lebih enak dibaca dan mudah dipahami. Harapan lain, kehadiran buku ini memberikan enlightenment, tidak hanya para hakim, namun juga akademisi dan praktisi hukum lain, serta masyarakat luas yang ingin mengetahui sistem peradilan hukum niaga di tanah air.
Menariknya, buku ini (disertasi, tepatnya) merupakan kegelisahan penulis sebagai praktisi hukum. Sebagai pengadil di berbagai pengadilan negeri-sesuai kewajiban bertugas yang diberikan padanya – tentu saja, tour of duty memberikan banyak pengalaman berharga. Dari menangani perkara biasa, hingga perkara pelik, terutama di sengketa niaga.
Dalam Catatan Promovendus (1) – ada dua Catatan Promovendus yang disajikan penulis- terungkap bahwa ada kegelisahan personal dan kajian intelektual yang disampaikan (halaman 9). Penulis menyadari, bahwa tema kebebasan dan kemerdekaan kekuasaan kehakiman merupakan isu klasik, tetapi memiliki relevansi yang tidak pernah surut dalam perjalanan zaman. Pada permulaan tulisan di Catatan Promovendus (1), sangat menarik diawali dengan pertanyaan menggelitik: “Banyak ahli hukum yang mempertanyakan, Ketika seorang hakim mengambil keputusan yang popular di mata public, apakah keputusannya itu sudah sesuai dengan pertimbangan hukum?”
Penulis mengakui, pemilihan tema disertasi ini merupakan kegelisahan personalnya. Saat duduk di bangku kuliah untuk menempuh program pendidikan doktor, pertanyaan sejauh mana kebebasan dan kemerdekaan kekuasaan hakim begitu lama menghuni benaknya. Tentu saja, ini ada pemicu oleh sejumlah peristiwa fenomenal yang berkembang di tengah masyarakat dan menjadi keprihatian penulis. Contoh peristiwa itu dipaparkan di buku ini. Bahkan, saat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) memberi jalan keluar atas putusan tersebut. Belum lagi, pengamatan atas fenomena hakim-hakim yang popular di tengah masyarakat, sehingga putusan-putusannya mendapat dukungan publik, kendati hal itu sesungguhnya menimbulkan kontroversi dari sisi penetapan hukum. Penulis menyebut nama Hakim Agung yang cukup popular, yakni Artidjo Alkostar almarhum.
Pada Catatan Promovendus (2) di halaman 15, penulis lebih menukik lagi dalam bidang yang spesifik, yakni Pengadilan Niaga. Penulis menemukan, ada fenomena penurunan jumlah perkara yang ditangani oleh Pengadilan Niaga, baik di Jakarta, Medan, Semarang, maupun Makassar. Dari survei, penurunan jumlah perkara tersebut disebabkan adanya ketidakpastian terhadap hasil keputusan. Putusannya dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat, prosedurnya berbelit-belit, dan kurangnya informasi terhadap kekuasaan yurisdiksi yang pada Pasal 300 UU Kepailitan dikatakan juga bahwa Pengadilan Niaga berwenang memeriksa dan memutus perkara perniagaan lain. Dua hal tersebut yang menjadi dasar alasan penulis meneliti, bagaimana implementasi limitasi kekuasaan kehakiman di Pengadilan Niaga dan apa pengaruhnya terhadap kinerja Pengadilan Niaga. Dari sisi, penulis ingin memberikan kontribusi rumusan limitasi yang ideal terhadap Pengadilan Niaga.
Yang menarik dari buku ini, tidak hanya karya disertasi saja yang disajikan, tetapi ada kisah perjalanan dari penulis yang bisa menjadi inspirasi pembacanya. Menjadi hakim, tentu tidak banyak orang tahu caranya. Demikian pula dengan penulis, yang tidak membayangkan akan menjadi seorang pengadil seperti saat ini. Tentu saja, tulisan ini sedikit banyak memberikan ‘nyawa’ bagi buku ini, dan memberikan semacam ‘guide’ untuk yang bercita-cita menjadi hakim.
Dalam buku ini, sebagaimana dalam disertasi umumnya, ada sejarah lahirnya Pengadilan Niaga, tugas kewenangan pengadilan ini, termasuk tugas hakim yang ada di Pengadilan Niaga. Juga di sini, di halaman 61, diungkapkan tiga area kompetisi Pengadilan Niaga. Yakni, mengurusi soal Pailit, Hak Kekayaan Intelektual, dan Likuidasi Perbankan.
Menginjak ke halaman berikutnya, juga dipaparkan mengenai prinsip-prinsip dan praktik hukum acara Pengadilan Niaga. kemudian, dipaparkan mengenai syarat kepailitan, putusan pailit dan eksekusinya, hingga upaya hukum dalam perkara kepailitan. Penulis juga menjelaskan mengenai dua sisi kreditor dengan hak jaminan dan pengistimewaan dalam perdamaian.
Pada halaman 102, penulis memulai memaparkan mengenai limitasi, kompetisi, dan Pengadilan Niaga. Sebenarnya sudah sejak awal terlihat ada limitasi untuk menjadi hakim di Pengadilan Niaga, dilihat dari berbagai syarat yang harus dipenuhi. Tidak semua hakim bisa menjadi hakim di Pengadilan Niaga. Di antaranya, telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan peradilan umum, mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalah-masalah yang menjadi lingkup kewenangan Pengadilan Niaga, berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela, dan telah berhasil menyelesaikan program pelatihan khusus bagi hakim pada pengadilan. Limitasi yang dimunculkan adalah limitasi melalui hukum acara Pengadilan Niaga.
Melengkapi buku ini, penulis juga membeberkan domain Pengadilan Niaga dan perbandingan antar-negara. Penulis menyebut dua negara, yaitu Singapura dan Belanda sebagai pembanding dengan Pengadilan Niaga di Indonesia, termasuk kode etik hakim di masing-masing negara tersebut.
Bagian terpenting dari disertasi milik penulis ada pada dua tulisan terakhirnya, yaitu di halaman 133 dan 145. Penulis menuliskan mengenai konsep ideal limitasi pada Pengadilan Niaga, di mana ada tiga konsep yan dipaparkan. Yakni, pertama, konsep penegakan hukum yang bersifat total; kedua, konsep penegakan hukum yang bersifat penuh, dan ketiga, konsep penegakan hukum aktual. Di sini, penulis juga menambahkan beberapa hal, yaitu perbankan, asuransi, pasar modal, yang tentu saja memiliki aturan berbeda-beda. Penulis juga mengungkapkan soal koreksi Mahkamah Agung, terutama mengenai kasasi.
Di akhir tulisan, penulis menjelaskan mengenai rekonstruksi Peradilan Niaga (halaman 145). Ada beberapa masukan yang disampaikan, seperti perluasan yurisdiksi Pengadilan Niaga harusnya disertai dengan langkah pembenahan Pengadilan Niaga itu sendiri. Asas adil, cepat, dan efektif dalam penerapannya belum sepenuhnya dirasanya oleh masyarakat. Khusus bagi hakim, penulis berharap ada program khusus, yang meliputi pelatihan, terutama membudayakan penemuan hukum oleh hakim. Di luar itu, tentu saja permasalahan kinerja dan karir menjadi problem tersendiri.
Inti dari buku ini, sebenarnya penulis memang ingin menegaskan kembali bahwa, kekuasaan kehakiman yang merdeka itu tidak boleh terjerumus menjadi pelaksanaan kekuasaan sebebas-bebasnya, sehingga berbuat sewenang-wenang. Buku ini juga mengusulkan perlunya perluasan kompetensi Pengadilan Niaga dan perlunya perundang-undangan khusus tentang Pengadilan Niaga dalam upaya melakukan rekonstruksi terhadap Pengadilan Niaga yang meliputi pembaruan visi dan misi serta reformasi kekuasaan kehakiman Pengadilan Niaga.
Hadirnya buku ini, tentu saja menjadi penambah refensi bagi hakim sendiri-terutama yang bertugas di Pengadilan Niaga-bagi masyarakat kampus dan akademis, praktisi, dan mereka yang tengah belajar hukum. Buku ini sangat layak dikoleksi dan menambah bahan bacaan Anda. Selamat berburu bukunya. Terima kasih.
Heru Setiyaka
Bekerja pada perusahaan konsultan media di Jakarta